Hari ini saya menghadiri seminar Keadaan Kahar (Covid-19) dalam kontrak konstruksi berbasis Fidic Condition of Contract dan Peraturan Indonesia Terkait, saya mencoba meramu ilmu dari pembicara dan menerjemahkannya kedalam pelaksanaan pengendalian kontrak konstruksi yang saya kerjakan
Hal yang Fenomenal proyek infrastruktur berhenti imbas virus corona
Kondisi pembatasan aktivitas tersebut, tentu akan berdampak pada pelemahan ekonomi, dimana aktivitas terbawah dari suatu kegiatan ekonomi adalah jual beli secara langsung antara pembeli dan penjual, yang disokong oleh perputaran barang logistik/material.
Sektor konstruksi adalah salah satu sektor penggerak aktivitas ekonomi yang menggairahkan, adanya dana segar investasi, menjadi gula yang akan dikerumuni semut - semut. Adanya aktivitas konstruksi, menjadikan tingginya penyerapan tenaga kerja, material, dan tentunya marketing sebagai agen yang akan menyerap manfaat dari investasi proyek.
Sektor kontruksi pun tak dapat mengelak dari dampak wabah virus cina ini. Sulitnya pengiriman barang menuju lokasi proyek baik pengiriman dari luar negeri maupun dalam negeri, mobilisasi tenaga kerja yang keluar masuk zona merah dan keuangan yang empot - empotan akibat kurs dollar yang terkatrol naik, turut menjadikan warning bagi keberlangsungan proyek konstruksi.
Pada pekerjaan konstruksi yang padat karya, interaksi manusia menjadi sangat tinggi. Tentu untuk mencegah penyebaran virus ini, biasanya sih instruksi pengamanan pencegahan wabah dilingkungan proyek berasal dari pemiliki pekerjaan (owner), sehingga mau tak mau untuk memenuhi aspek Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) kontraktor. Kondisi ini tentu membuat penyedia jasa/kontraktor, mengalokasikan dana untuk memprotect pekerjanya dari virus berbahaya ini.
Pertanyaan sederhananya, "sudahkah penyedia jasa/kontraktor mengalokasikan anggaran K3 untuk pecegahan suatu wabah dalam pelaksanaan proyek ? "
Sederhananya, karena persentase kemungkinan pelaksanaan proyek dikerjakan dalam kondisi wabah penyakit sangat kecil, maka besar kemungkinan dana tersebut tidak secara spesifik dianggarkan dalam proyek.
Menjadi hal yang sangat wajar, jika biaya tidak terduga tersebut, kemudian ditagihkan penyedia jasa kepada pemilik pekerjaan, sebagai kompensasi atas instruksi pengamanan wabah virus di lokasi proyek .Meskipun secara nilai alokasi tidak besar, namun tentunya dengan kondisi tersebut, menggerus ROK (Risk ,Overhead, Keuntungan) kontraktor.
Terlebih jika mengalami kendala logistik mulai dari pengiriman dari negara asing (material impor), dimana adanya pembatasan barang - barang import dari negara zona merah virus masuk ke indonesia, atau sebaliknya larangan pengiriman ke indonesia karena indonesia juga zona merah. Ataupun program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh tiap daerah, jika menyertakan bahwa kegiatan konstruksi juga dibatasi, tentu akan mengganggu jadwal penyelesaian project (jalur kritis).
Ditambah dengan terpukulnya rupiah di pasar dunia, sehingga menyebabkan harga barang impor yang mahal, semakin menghajar keuangan kontraktor maupun owner yang akan membayar kemajuan pekerjaan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan dilakukan evaluasi kelayakan/kelanjutan proyek oleh pemilik pekerjaan atas ketidakpastian ekonomi di tengah wabah covid-19, yang dapat menyebabkan berhentinya proyek.
Disinilah yang disebut dengan kondisi KAHAR, menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah pasal 1 ayat 51 " Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban dalam kontrak menjadi tidak dapat terpenuhi.
Berdasarkan FIDIC terjemahan indonesia
Pasal 19 Kondisi Kahar
Dalam Klausula ini, ”Keadaan Kahar” berarti suatu kejadian atau keadaan luar biasa:
(a) yang berada di luar kekuasaan suatu Pihak,
(b) yang tidak dapat dihadapi dengan persiapan sewajarnya oleh Pihak tersebut, sebelum memasuki Kontrak,
(c) yang, setelah timbul, tidak dapat dihindari atau diatasi sewajarnya oleh Pihak tersebut, dan
(d) yang secara mendasar tidak disebabkan oleh Pihak lain.
Keadaan Kahar dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada, kejadian atau keadaan luar biasa dari jenis yang tercantum di bawah ini, sepanjang persyaratan (a) sampai (d) terpenuhi:
(i) perang, pertikaian (dengan atau tanpa pernyataan perang), invasi, serangan musuh asing,
(ii) pemberontakan, terorisme, sabotase oleh orang - orang yang bukan Personil Kontraktor, revolusi,
huruhara, kudeta militer atau pengambilalihan kekuasaan, atau perang sipil,
(iii) kerusuhan, huruhara, kekacauan, pemogokan atau penyegelan oleh orang-orang yang bukan Personil Kontraktor,
(iv) amunisi perang, bahan peledak, radiasi ion atau kontaminasi radioaktif kecuali yang disebabkan oleh penggunaan Kontraktor atas amunisi, bahan peledak, radiasi atau radioaktif, dan
(v) bencana alam seperti gempa bumi, angin ribut, taifun atau aktivitas gunung berapi.
Jika kita melihat Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015, Pada penjelasan butir Pasal 91, Contoh Keadaan Kahar dalam Kontrak Pengadaan
Barang/Jasa antara lain namun tidak terbatas pada:
bencana alam, bencana non alam, bencana sosial,
pemogokan, kebakaran, gangguan industri lainnya
sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama
Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait
Nah disini secara contoh tidak dinyatakan kondisi pandemi virus/penyakit sebagai keadaan kahar, namun TIDAK TERBATAS PADA menjadi harapan untuk ditetapkan JIKA dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait.
Kondisi saat ini, kita tahu bahwa wabah corona telah menjadi penyebab lesu nya dunia konstruksi, namun jika menggunakan ketentuan pasal KAHAR dalam kontrak konstruksi sebagai alasan perpanjangan waktu dan kompensasi biaya menjadi tidak lah tepat, Kenapa ?
karena secara resmi pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menteri Teknis terkait tidak menyatakan corona sebagai kondisi Kahar.
Sehingga kondisi yang keadaan Kahar yang digambarkan dalam penjelasan LKPP sebagaimana gambar berikut menjadi belum dapat dipenuhi.
Apalagi bagi pekerjaan konstruksi di jakarta, setelah adanya Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta
semakin mempersempit klaim kontraktor atas kondisi covid-19 di provinsi DKI Jakarta, namun saya belum tahu untuk kondisi di daerah lain yang juga menerapkan PSBB.
semakin mempersempit klaim kontraktor atas kondisi covid-19 di provinsi DKI Jakarta, namun saya belum tahu untuk kondisi di daerah lain yang juga menerapkan PSBB.
Kita semua tahu, bahwa setiap delay pekerjaan dapat menyebabkan overhead/ penambahan biaya pelaksanaan, seperti dalam teori earned value
Sehingga disini penting nya pembicaraan antara penyedia jasa maupun pemilik pekerjaan untuk bersama - sama mendiskusikan keberlangsungan proyek konstruksi.
Sebenarnya penyedia jasa dapat mengambil ketentuan lain pada kontrak konstruksi, bahwa keterlambatan disebabkan oleh proses pengiriman/logistrik, istilahnya gak dapet izin jalan dari instansi pemerintah terkait, itu sudah cukup untuk dipakai sebagai alasan perpanjangan waktu.
Perlu diperhatikan ketentuan penyampaian perpanjangan waktu mengikuti ketentuan tatacara yang diatur dalam persyaratan kontrak, karena bisa jadi ada tenggang waktu pengaduan/penyampaian atas kondisi penghambat tersebut.
jika suatu waktu terjadi perubahan kurs penyedia jasa dapat menggunakan ketentuan penyesuaian harga, tentunya hanya selisih harga yang dapat diambil bukan mengcover ROK yang tergerus tadi.
Sesuai dengan peraturan BPKP Nomor 3 Tahun 2019, terkait pekerjaan tambah yang akan menambah nilai kontrak (kontrak menggunakan anggaran pemerintah/negara) dilakukan review oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), maka perlu diperhatikan ketentuan tidak melebih 10% dari total nilai kontrak awal.
Terkait protokol pencegahan covid berdasarkan Instruksi Menteri PUPR nomor 02/IN/M/2020, sesuai dengan pertimbangan " untuk mewujudkan keselamatan kerja termasuk keselamatan, kesehatan kerja, keselamatan publik,dan keselamatan lingkungan pada setiap tahap penyelenggaraan jasa konstruksi ",
karena pada dasarnya SMK3 adalah mutlak KEWAJIBAN sehingga biaya - biaya lebih atas pemenuhan aspek keselamatan cenderung tidak dapat di klaim kan, namun jika ditelusur penggunakan penyedia jasa wajib menyediakan fasilitas "TAMBAHAN", maka hal ini dapat mejadi dasar bagi kontraktor melakukan klaim terhadap biaya penanganan K3 akibat covid-19. Sebagai catatan, perlu diperhatikan kembali terhadap bunyi kontrak antara kedua bela pihak terkait mekanisme SMK3 Proyek.
Sesuai dengan peraturan BPKP Nomor 3 Tahun 2019, terkait pekerjaan tambah yang akan menambah nilai kontrak (kontrak menggunakan anggaran pemerintah/negara) dilakukan review oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), maka perlu diperhatikan ketentuan tidak melebih 10% dari total nilai kontrak awal.
Terkait protokol pencegahan covid berdasarkan Instruksi Menteri PUPR nomor 02/IN/M/2020, sesuai dengan pertimbangan " untuk mewujudkan keselamatan kerja termasuk keselamatan, kesehatan kerja, keselamatan publik,dan keselamatan lingkungan pada setiap tahap penyelenggaraan jasa konstruksi ",
karena pada dasarnya SMK3 adalah mutlak KEWAJIBAN sehingga biaya - biaya lebih atas pemenuhan aspek keselamatan cenderung tidak dapat di klaim kan, namun jika ditelusur penggunakan penyedia jasa wajib menyediakan fasilitas "TAMBAHAN", maka hal ini dapat mejadi dasar bagi kontraktor melakukan klaim terhadap biaya penanganan K3 akibat covid-19. Sebagai catatan, perlu diperhatikan kembali terhadap bunyi kontrak antara kedua bela pihak terkait mekanisme SMK3 Proyek.
Apakah pekerjaan akan terus dilanjutkan dengan konsekuensi adanya perpanjangan waktu, klaim kompensasi biaya atau pengakhiran kontrak dengan penyelesaian hak dan kewajiban karena ketidakpastian keadaan menjadi keputusan bersama yang perlu dibicarakan.
Terlebih jika anggaran proyek tersebut secara sengaja direlokasi untuk pekerjaan penanganan covid-19, pengakhiran kontrak menjadi solusi terbaik untuk kondisi ini.
Alternatif dapat menggunakan cara "penghentian sementara pekerjaan". Sebenernya alterntif ini hanya lah untuk mendelay sampai kondisi kembali kondusif, Kalo berdasarkan FIDIC opsi ini hanya maksimum selama 140 hari
permasalahan saat kondisi singkat tersebut malah berlangsung berlarut - larut, maka akan berujung dengan pengakhiran kontrak.
Demikian, semoga dapat bermanfaat.
permasalahan saat kondisi singkat tersebut malah berlangsung berlarut - larut, maka akan berujung dengan pengakhiran kontrak.
Demikian, semoga dapat bermanfaat.
Opini Calon Insinyur
Muhammad Zakir, S.T
Assistant Engineer Konstruksi Jaringan
Divisi Konstruksi Jawa Bagian Timur, Madura dan Bali
PT PLN (Persero) Kantor Pusat
PT PLN (Persero) Kantor Pusat
0 komentar:
Posting Komentar