Sabtu, 05 Mei 2018

Manajemen Klaim Konstruksi

Manajemen Klaim Konstruksi


Klaim merupakan sesuatu yang wajar bagi para pihak yg terikat dalam kontrak khususnya pada proyek konstruksi. Klaim merupakan representatif dari kepedulian pihak terhadap mewujudkan cita - cita kontrak yaitu tercapainya biaya, mutu dan waktu. Sehingga apabila ditemukan kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi yg disepakati dalam kontrak, maka akan menimbulkan klaim.

Dalam kaidah berkontrak, kontrak yang dibuat harus dapat menjamin kesetaraan dalam hak dan kewajiban. Kalau dalam istilah ekonomi, " pembeli adalah raja", maka raja harus dilayani sebaik mungkin, raja tidak pernah salah dan apabila dikaitan posisi raja sebagai orang yang memegang kekuasaan termasuk menentukan hukum benar salah, maka dalam kontrak hal tersebut tidak boleh terjadi.
Pada dasarnya kedua pihak yang bekontrak adalah mereka yang saling membutuhkan satu sama lain. Disisi pengguna jasa, mereka membutuhkan pihak yang dapat mewujudkan keinginan mereka sesuai dengan biaya, mutu dan waktu. Demikian pula disisi penyedia jasa, mereka membutuhkan pemasukan dari barang atau jasa yang mereka tawarkan.

Secara hukum, negara dalam hal ini pemerintah pusat bertanggung jawab atas persamaan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, sebagaimana termuat dalam Pasal 4 ayat 1 huruf b UU No 2 Tahun  2017 Tentang  Jasa Konstruksi  berbunyi " terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa"

untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, pemerintah pusat memiliki kewenangan:

a. mengembangkan sistem pemilihan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
b. mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan penyedia Jasa;
c. mendorong digunakannya alternatif penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar
pengadilan; dan
d. mengembangkan sistem kinerja penyedia Jasa dalampenyelenggaraan Jasa Konstruksi. 


Klaim dapat diajukan baik dari pihak penyedia jasa maupun pengguna jasa , namun yang paling penting ada kesungguhan dari kedua bela pihak yang terikat kontrak untuk menyelesaikan klaim tersebut.

Dalam hal ini, apabila suatu klaim dari salah satu pihak tidak difasilitasi dengan baik, maka klaim tersebut akan menjadi masalah/ sengketa. Penyelesaian sengketa konstruksi diatur menurut UU No 2 Tahun  2017 Tentang  Jasa Konstruksi yaitu pada pasal 88. Secara umum adalah sebagai berikut :
1. Para pihak yang bersengketa menyelesaikan permasalahan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa menempuh tahapan penyelesaian sengketa yang tercantum dalam kontrak.
3. Apabila penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut :

a. Mediasi
b. Konsiliasi
c. Arbitrase

Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa . Dalam hal ini, pemerintah belum membentuk dewan sengketa yang keanggotaan dewan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesional dantidak menjadi bagian dari salah satu pihak.

Dengan belum dibentuknya dewan sengketa, biasanya pihak yang bersengketa akan menempuh jalur arbitrase, dimana di indonesia terdapat 2 badan arbitrase yang biasa menyelesaikan permasalahan sengketa konstruksi :

1. BANI  (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
2. BADAPSKI (Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Konstruksi)

Berdasarkan uraian sengketa konstruksi diatas, terlihat bahwa akan banyak waktu, pikiran, tenaga dan biaya yang akan dikeluarkan seandainya klaim tidak difasiltasi / diselesaikan dengan baik.

Untuk dapat mewujudkan klaim yang baik, kedua pihak baik dari pihak penyedia jasa maupun pengguna jasa harus dapat memperhatian hal sebagai berikut :

1. Pengajuan klaim harus merujuk pada tata cara pengajuan klaim pada kontrak
2. Pengajuan klaim harus didasarkan pada klausa pada kontrak yang memungkinkan hal tersebut.
3. Pengajuan klaim dapat diterima setelah adanya kelengkapan administrasi yg dinyatakan sah dan layak.

Pengajuan klaim dari salah satu pihak, harus merujuk pada ketentuan tata cara pengajuan klaim pada kontrak. Hal ini dikarenakan kontrak merupakan hukum tertinggi perikatan kedua pihak, sehingga harus menjadi rujukan dalam pelaksanaannya.

Dalam hal ini pengajuan klaim dari salah satu pihak harus dibuat secara resmi dan tertulis, dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti pihak yang ditujukan.

https://railwaycompendium.files.wordpress.com/2015/05/fidic-indonesia.jpgApabila kita merujuk pada FIDIC General Condition of Contract for Construction, MDB Harmonised Edition 2006, sudah ada versi terjemahan dalam bahasa indonesia (seperti pada gambar dibawah ini )


pada terjemahan  FIDIC General Condition of Contract for Construction, MDB Harmonised Edition 2006, terdapat hal yang unik , dimana pengajuan klaim dipisah antara pengguna jasa dan penyedia jasa.




a. Pengguna Jasa

"Apabila Pengguna Jasa menganggap dirinya berhak atas oleh Pengguna Jasa pembayaran apapun berdasarkan Klausula mana saja dari Persyaratan ini atau sehubungan dengan Kontrak, dan/ata perpanjangan Masa Pemberitahuan Cacat Mutu, Pengguna Jasa atau Enjinir harus menyampaikan pemberitahuan dan rincian kepada Kontraktor".

Pengguna jasa biasanya melakukan klaim kepada penyedia jasa terkait mutu yg tidak sesuai dengan yang dijanjikan, terkait hal tersebut, pengguna jasa berkewajiban untuk memberikan surat pemberitahuan kepada penyedia jasa terkait mutu yang dipermasalahkan.

Tindaklanjut dari surat tersebut, Pengguna jasa akan mengundang penyedia jasa pada rapat khusus. Dalam rapat tersebut, pengguna jasa akan menyampaikan paparan terkait mutu yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam kontrak. Berkaitan dengan hal tersebut, penyedia jasa akan mengklarifikasi terkait hal yg diklaimkan.

Apabila mutu yg dipermasalahkan harus dapat dibuktikan dengan dokumen pengujian mutu selengkap mungkin oleh pengguna jasa, sebagai dokumen penting untuk mengkomparasikan hasil pencapaian terhadap yang diperjanjikan dalam kontrak.

Terkait hal tersebut, apabila secara administrasi Penyedia jasa tidak menyampaikan informasi secara tertulis bahwa adanya perubahan terhadap mutu yang dijanjikan, maka penyedia jasa akan diberikan denda performa / perform guaranty sebagaimana yang diatur dalam kontrak.

Disini, dibutuhkan kemampuan negosiasi dari Penyedia jasa, dengan mencari cela pada hasil pengujian mutu yg diapprove bersama tanpa memberikan catatan apakah masuk sesuai dengan nilai yg dipersyaratkan kontrak, sehingga penyedia jasa akan meyakinkan bahwa disisi lain pengguna jasa menyetujui akan hasil tersebut.

Terkait hal tersebut, biasanya akan dilakukan pemotongan terhadap harga kontrak/ pekerjaan kurang, sebagai konsekuensi dari perubahan mutu, yang dituangkan dalam acara sebuah berita acara.

 b. Penyedia Jasa

"Jika Kontraktor menganggap dirinya berhak atas perpanjangan Waktu Penyelesaian dan/atau pembayaran tambahan, menurut Klausula manapun dari Persyaratan ini atau yang lainnya dalam kaitannya dengan Kontrak, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir, menyebutkan kejadian atau keadaan yang menimbulkan klaim".

Dari sisi penyedia jasa, klaim yang biasanya diajukan adalah terkait tambahan waktu pelaksanaan dan biaya kepada pengguna jasa. 

Terkait klaim perpanjangan waktu,  hal ini dapat disebabkan  oleh :

1. Pengguna jasa belum dapat memenuhi segala perizinan yang merupakan tanggung jawabnya, sehingga belum dapat dimulainya pekerjaan.
2. Proses persetujuan/ approval step pekerjaan yang lama.
3. Kondisi diluar kuasa kedua bela pihak/ force majure.

Penyedia jasa juga dapat menggunakan tools project control terkait penjadwalan sebagai bentuk evaluasi terhadap waktu pelaksanaan. Saat ini tools yang umum digunakan di indonesia sebagai kontrol penjadwalanan adalah microsoft project dan primavera.


Tentunya tools tersebut harus diakui bersama dari kedua bela pihak, sebagai tools acuan kontrol penjadwalan. Apabila sisi pengguna jasa cekatan dalam pengoperasian tools tersebut, dapat mengkoreksi jumlah tambahan waktu yang diajukan oleh kontraktor, bisa saja atas pekerjaan tersebut secara penjadwalan mempunyai waktu tunggu/ non critical selama 10 hari, sehingga atas dasar tersebut jumlah hari yang diajukan oleh penyedia jasa dapat dikurangi.

Pengajuan klaim tambahan biaya dari penyedia jasa biasanya mencangkup pada lingkup pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dalam kontrak. Kita semua tahu bahwa kontrak menyajikan kondisi ideal untuk melaksanakan pekerjaan, namun apabila ditemukan dilapangan kondisi yang berbeda maka tentu lingkup pekerjaan berupa metode pelaksanaan akan berubah.

Misal dalam kontrak dipersyaratkan kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan pondasi dengan menggunakan pondasi tiang dengan kedalaman 6 meter sehingga telah dihitung jumlah kebutuhan tiang pancang untuk pelaksanaan, dalam kenyataan pelaksanaa dilapangan diketahuin terdapat beberapa titik yang melebihi kedalaman tersebut, sehingga kontraktor harus menambah jumlah tiang pancang. Selisih jumlah tersebut kemudian di klaim kan oleh kontraktor. 

Seringkali, klaim perpanjangan waktu juga dapat menyebabkan klaim tambahan biaya, hal ini disebabkan karena Penyedia jasa telah menempatkan personil, peralatan, menyediakan pergudangan untuk siap melaksanakan pekerjaan.

Berkaitan hal tersebut, maka perlunya dari sisi pengguna jasa untuk menempatkan enjiner (orang yang diberikan kuasa dilapangan oleh owner) di lokasi proyek, untuk dapat melakukan proses kontrol harian, apakah betul telah ada personil, peralatan, dan pergudangan yg disiapkan oleh penyedia jasa. 
Posisi enjineer menjadi penting untuk dapat memastikan jumlah dan lamanya personil, perlatatan , dan pergudangan yang disiapkan oleh penyedia jasa. Termasuk memastikan selisih jumlah tiang pancang yang digunakan penyedia jasa sesuai dengan klaim yang diajukan.

"Pemberitahuan harus disampaikan sesegera mungkin, dan tidak lebih dari jangka waktu 28 hari setelah Kontraktor menyadari, atau seharusnya telah menyadari, akan kejadian atau keadaan tersebut. Jika Kontraktor gagal menyampaikan pemberitahuan suatu klaim dalam jangka waktu 28 hari, Waktu Penyelesaian tidak akan diperpanjang, Kontraktor tidak berhak atas pembayaran tambahan,dan Pengguna Jasa akan dibebaskan dari semua kewajiban yangberkaitan dengan klaim".

Berdasarkan petikan kalimat diatas, maka penting bagi penyedia jasa untuk menyampaikan klaim sesegera mungkin, dengan pertimbangan bahwa :

1. Adanya waktu yang dipersyaratkan dalam kontrak.
2. Adanya ketersediaan dan kelengkapan berkas pendukung.

Terlihat bahwa apabila penyedia jasa terlupa/telat menyampaikan pengajuan klaim, maka secara kontraktual klaim tersebut dapat tertolak. Namun disini, kontraktor dapat belajar untuk dapat menyiapkan pengajuan klaim berikutnya akibat dari kondisi klaim sebelumnya, meskipun klaim tersebut tidak diajukan diawal namun berdampak pada pekerjaan yang lain. Artinya, setiap saat tetap terbuka untuk pengajuan klaim, namun sebaiknya mengacu pada waktu yang tepat dan dokumen yang lengkap.

Hasil akhir dari penanganan klaim adanya biaya, mutu dan waktu yang baru, terkait perubahan tersebut harus dapat dituangkan dalam amandemen kontrak. Perubahan yang dituangkan dalam amandemen kontrak mencangkup lingkup klaim yang merujuk kontraktual (waktu pelaksanaan, biaya pekerjaan dan mutu pekerjaan )

Kenapa tidak semua klaim tambah biaya merubah nilai kontrak ?
karena tambah biaya merujuk pada item pekerjaan, apabila pekerjaan tersebut tertuang secara terperinci didalam kontrak misal jumlah tiang pancang/ harga pekerjaan pancang, maka tambah biaya tersebut akan masuk dalam perubahan harga kontrak. Sedangkan untuk tambah biaya terkait seperti biaya pekerja menunggu pekerjaan dimulai, biaya sewa gudang, dituangkan dalam berita acara pembayaran klaim, karena biaya tersebut tidak tertuang secara spesifik di uraian harga pekerjaan dalam kontrak, sehingga tidak diperlukan perubahan harga kontrak. 

Secara umum sekilas terlihat sama karena semua biaya yang dikeluarkan kontraktor tentu merujuk nilai dari item pekerjaan dalam kontrak, namun dalam praktek kontraktualnya diperlakukan secara berbeda.
Berdasarkan uraian diatas, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam klaim konstruksi :

1. Klaim harus dapat difasilitasi dengan baik agar tidak menimbulkan sengketa konstruksi.
2. Pengajuan Klaim harus dapat  merujuk secara tatacara kontrak, dan klausa yang memungkinkan lingkup pekerjaan tersebut diajukan.
3.Perlunya kontrol lapangan dan administrasi secara baik dan lengkap sebagai kelengkapan pengajuan dan evaluasi klaim.



oleh : Muhammad Zakir
Assistant Engineer Konstruksi Jaringan
Divisi Konstruksi Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara
PT PLN (Persero) Kantor Pusat

0 komentar:

Posting Komentar